nusakini.com--Bertempat di Gedung Wanita Candra Kencana, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Bagian Hukum menggelar Sosialisasi Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, Senin (22/5) Sebanyak 120 orang undangan hadir dalam acara sosialisasi tersebut. Undangan terdiri dari tim penggerak PKK dan kelompok kerja (Pokja) PKK seluruh kecamatan di Surabaya. 

Maskur Kepala Subag Administrasi dan Dokumentasi Hukum pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Surabaya, mengungkapkan bahwa Undang-Undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2016. Meski sudah lama namun masih berlaku dan perlu sosialisasi dan implementasi. 

Kewajiban pemerintah daerah untuk mensosialisasikan Undang-Undang 23 tahun 2002. Undang-undang ini sudah ditindaklanjuti Pemerintah Kota Surabaya dengan peraturan daerah (perda) nomor 16 tahun 2012 tentang hak-hak anak dalam pendidikan. Ada juga perda nomor 23 tahun 2013 kepariwisataan. Tentang penyelengara kepariwisataan untuk melarang memperkerjakan dan menerima anak berkunjung dalam tempat-tempat wisata yang khusus dewasa. Serta perda nomor 2 tahun 2014 yang mengatur dan membina anak-anak yang berkeliaran pada jam 12 malam akan ditangkap Satpol PP. 

Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan ibu-ibu PKK dapat mensosialisasikan undang-undang tentang perlindungan anak pada setiap pertemuan PKK. Dengan hadirnya narasumber yang berkompeten diharapkan ibu-ibu PKK dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih memahami tentang perlindungan anak. 

Nurti Murti Wibawati Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menjelaskan bahwa Anak-anak yang dimaksud dalam undang-undang adalah anak-anak yang belum berusia 18 tahun. Negara menjamin segala kegiatan untuk melindungi anak-anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang sebagai manusia dan terjamin hak-haknya dan terhindar dari diskriminasi. 

Perlindungan khusus tentang anak yang berhadapan dengan hukum, diupayakan anak bisa tidak dipenjarakan, kalaupun dipenjara tidak digabung dengan tahanan dewasa. Pengadilan yang ramah anak merupakan bentuk perlindungan terhadap anak. Harapannya masyarakat dapat melindungi anak dengan baik. 

Urifah Kasie Tumbuh Kembang Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, menyampaikan terkait kasus kekerasan pada anak makin lama makin meningkat. Karena banyaknya orangtua yang kurang bisa mengawasi anaknya. Maka dari itu orang tua harus selalu waspada, orang tua perlu mengajarkan pada anak untuk menjaga bagian sensitif anak dan diajarkan berani berkata tidak saat ada orang asing yang menyentuh bagian pribadi anak. 

Ruth Yeni Komariyah Kanit PPA Satreskrim Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya memaparkan bahwa kekerasan meliputi fisik dan psikis. Kekerasan fisik termasuk memukul, menendang, mencekik, menjambak ataupun langsung mengenai tubuh, yang berakibat luka bahkan berakibat kematian. Kekerasan psikis termasuk intimidasi, gertakan, memaki-maki dan mencemooh. 

Kekerasan seksual, pencabulan sama dengan kekerasaan psikis, yang berakibat tergangunya mental anak. Alangkah lebih berharganya bila kita mencegah daripada menyelesaikan masalah kekerasaan seksual pada anak. Karena trauma yang ditimbulkan tidak dapat pulih dengan cepat, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkannya. 

Dalam beberapa kasus terkadang orang tua menyelesaikan kasus kekerasan yang menimpa anak mereka, dengan menyelesaikan melalui cara mereka sendiri. Dengan jalur damai ataupun kompensasi uang. Padahal hal itu tidak setimpal dengan apa yang dialami oleh anak dengan mengalami banyak kerugian. Orang tua lebih mudah menyepelekan. Kondisi anak yang menjadi korban malah bingung dan belum tahu apa yang menimpa mereka, maka dari itu perlu ditempuh jalur hukum. Kecenderungan masyarakat enggan melapor dikarenakan tidak ingin dikucilkan oleh masyarakat. 

Ana Fajriatin Kepala Bidang Pengarustamaan Hak Anak, Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya menjelaskan bahwa dengan banyaknya program berbasis kemasyarakatan di surabaya dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar. 

Dengan adanya Command Center 112 terdapat psikolog yang dapat membantu masyarakat untuk curhat selama 1×24 jam, ini merupakan implikasi dari pelaksanaan undang-undang. 

Dalam menangani kasus yang berhubungan dengan anak-anak masyarakat diharapkan untuk berkondinasi dengan DP5A untuk menentukan langkah yang akan diambil. Sehingga tindakan yang dilkakukan tidak salah dan dapat memastikan masa depan anak menjadi lebih baik. 

Edward Dewaruci Direktur Eksekutif Surabaya Children Crisis Center menyampaikan bahwa anak-anak yang menjadi pelaku dalam tindak pidana adalah anak-anak yang dalam undang-undang belum berusia 12 tahun. Mereka dianggap belum sadar tentang pelanggaran hukum. Meski belum tahu mereka pantas mendapat pembinaan secara khusus. Karenanya perlu dilihat latar belakangnya seperti apa, untuk mendapat penanganan yang tepat. Contoh kasus, anak yang menjadi copet di kalijudan. Dia ditampung di Liponsos Kalijudan. Dan akhirnya bakatnya terasah sehingga menjadikannya atlet lari.(p/ab)